Senja sore menyapa dan sinar sang
surya menerpa wajah ayu dari sosok wanita cantik di bawah teras dengan di
dampingi oleh seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya. Terlihat dengan jelas
pemandangan dari persawahan yang di latari oleh gunung panderman.
Sebuah cerita nostalgia saat bersama
dulu, cerita tentang hidup dan kehidupan. Terlihat sangat cantik wanita di
depan cahaya dunia, alunan musik yang mendendangkan lagu lama mulai terdengar
secara lirih, canda tawa yang mulai terlepas dari balik senyum dan sorotan
matanya membias, tak tahu kenapa, seakan semua melebur jadi satu saat konflik
yang berkepanjangan mulai terpampang jelas.
Sebuah tanda tanya besar mulai keluar
dari sebuah pemikiran dalam dari seorang lelaki muda yang menanyakan tentang
kebahagiaannya, dia datang dari sebuah desa yang memiliki potensi alam yang
tinggi, sebut saja desa itu dengan desa Arjuna.
Di desa Arjuna, lelaki itu termasuk sosok
yang sangat pendiam namun pemikir, entah karna factor apa. Setelah beberapa
tahun ia mengentaskan sekolah, dia pergi melancong ke kota. Dengan di
bekali ilmu dari bangku sekolah, mencoba mencari peruntungan untuk sebuah pekerjaan di salah satu perusahaan asing Jepang.
Selang beberapa minggu dia melamar pekerjaan di
perusahaan itu, akhirnya dia diterima dan mulai bekerja disana sampai
beberapa tahun berikutnya. Tak banyak yang bisa di ceritakannya tentang
kisahnya disana, hanya sedikit bahagia dan luka yang mengambang untuk di
ceritakan.
Akhirnya, kota Malang yang menjadi
tujuan berikutnya.
Sebuah teras kecil yang berada tak
jauh dari hutan pinus terlihat, terdapat seorang manusia kecil yang tumbuh
besar disana, banyak hal yang dia lakukan di bawah teras dan senja.
Duduk dia di atas kursi sofa di dalam
ruangan ukuran tiga kali empat dengan cat bewarna putih terang, terlihat jauh
namun masih sangat jelas bentuk tubuh dan juga wajahnya, memakai pakaian
berwarna putih yang cukup kontras dengan celana hitamnya.
Termenung dalam sepi dan alunan melodi
dari alam yang memberikan suatu warna penuh dengan ketenangan dan kedamaian.
Tangisan kecil berdatangan dan memberikan raut muka yang sangat sulit diterka.
Dalam tangisnya, tersimpan sebuah cerita yang mendalam dan lebih dalam.
Kampus putih,
benar…!
Pilihan
yang sangat berarti dalam hidupnya, sebuah jenjang dimana dia harus di tuntut
untuk menjadi manusia baru dan beradapsi dengan orang baru yang heterogen.
Terduduk dia dalam gurauan teman-teman
barunya di sebuah café dekat kampusnya belajar, terdapat empat orang anak yang
saling bercanda di sana, duduk dia dibarisan paling depan dengan secangkir kopi
hitam dan sebatang rokok class mild yang baru dinyalakap, asap penuh cerita dan
canda mulai berterbangan, melayang jauh ke atas atap café itu, memberikan bekas
kuning kecoklatan.
Sore datang kembali, membawa cerita
baru di sebuah kedai kopi salah satu mall di kota Malang. Lalu lalang jalanan
palkiran memberikan warna tersendiri, serta hawa dingin yang mulai menyeruak
masuk dalam sela-sela jahitan hem biru yang menempel di tubuh lelaki yang duduk
disana. Dari jauh berjalan seorang wanita yang dia kenal, hitam putih dan biru
yang melekat di tubuhnya memberikan gambaran yang tak pernah bisa di bayangkan.
Dengan senyuman yang mengembang lebar dia menyapa dan langsung duduk di kursi
kosong tepat di depan lelaki itu.
Canda tawa yang menjadi sebuah alur
cerita mulai di mainkan, tak terselip sedikitpun cerita sedih yang mereka bawa,
tak pernah tersurat maupun tersirat kisah yang membawa mereka dalam satu meja
dan dua kursi.
Sore mulai meninggalkan mereka yang
duduk di kedai saat itu, satu persatu mulai berjalan saling menjauh dengan
berat hati dan masih meyimpan banyak kerinduan yang belum tersampaikan.
Pagi hari memberikan sebuah tinta dan
kertas putih kosong untuk di tuliskan sebuah cerita tentang siang, sore, dan
malam. Lelaki itu secara perlahan membuka matanya dan mengingat-ingat apa yang
dia lakukan kemarin sore dan cerita apa saja yang didapatkan. Bangun dan mulai
menuliskan sedikit demi sedikit kisah sore yang berujung pada perpisahan
sementara karna jarak dan batas yang ada di atas meja hitam dan dengan mata
lebam karna kurangnya istirahat mata dan hati.
Menjadi sahabat pena. Ya…! Hanya itu
yang di pikirannya, menuliskan sebuah cerita tentang wanita cantik yang selama
ini diidamkan, dan wanita yang sangat berarti baginya.
Kegiatan perkuliahan berganti sesuai
dengat semester yang telah di tempuhnya, hanya sebekas cerita yang tak pernah
terlupa. Satu hal yang diingatnya yaitu saat dia berhasil mencetuskan namannya
dalam sebuah komunitas seni yang ternama di Indonesia. Namun untuk cerita
tentang wanita dan kasih sayang, masih belum menemukan dan belum memberikan
angin segar baginya.
Tangisan sayu dari balik telefon
genggam yang menceritakan getirnya hidup dari suara manja wanita di baliknya,
memberikan guratan dalam dan juga melodi miris yang sangat. Tak pernah
terfikirkan dan tak pernah di jadwalkan apa yang terjadi.
Lemah lembut gesture tubuhnya
membohongi apa yang di simpan didalamnya, keceriaan dan senyum manisnya
menyimpan berbagai masalah kehidupan yang berentetan dan semakin panjang. Dalam
isaknya, terceritakan bagaimana dia telah menghianati tujuan hidupnya, aku, keluargaku, orangtuaku, dan agamaku. Karna
satu kesalahan, berimbas pada semuanya. Tentang suci dan kesucian, tentang
agama dan aturan agama, tentang nama dan keluarga.
Tanggung jawab yang di tuntutnya,
kebijakan tentang si pembuat dosa, sebuah dosa manis yang dilakukan, sebuah
permasalahan yang baru dimulai dan tak tahu bagaimana akhirnya ketika
keputusasaan mulai menghantui.
Sontak terperangah dia dalam diam,
termenung dan merasa menjadi sebuah cermin yang sama, cermin yang tak memiliki
dua arah, cermin yang tak memiliki satu arah, hanya sebuah cermin yang sama
persis dengan apa yang di lakukan lelaki itu.
Tangis pecah dari balik telefon. Sebuah
kata melayang, sebuah hinaan tertusukkan, sebuah penyesalan datang, dan sebuah
kisah akan dimulai.
Kalimat dengan penuh canda tawa pecah
di sebuah teras dan senja hari depan rumah bewarna hijau, kisah masa lalunya
tersampaikan dengan indah kepada anak-anak mereka, senyum lebar menyapa, sebuah
pelukan dan ciuman yang mendarat di kening wanita itu. Sore telah pergi, malam
yang dinginpun tertutup akan cerita hangat dari dua orang tua itu.
To be continue...
0 comments:
Post a Comment