Followers

Milik simeluncur. Powered by Blogger.
Home » » Pendahuluan

Pendahuluan



Senja sore menyapa dan sinar sang surya menerpa wajah ayu dari sosok wanita cantik di bawah teras dengan di dampingi oleh seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya. Terlihat dengan jelas pemandangan dari persawahan yang di latari oleh gunung panderman.
Sebuah cerita nostalgia saat bersama dulu, cerita tentang hidup dan kehidupan. Terlihat sangat cantik wanita di depan cahaya dunia, alunan musik yang mendendangkan lagu lama mulai terdengar secara lirih, canda tawa yang mulai terlepas dari balik senyum dan sorotan matanya membias, tak tahu kenapa, seakan semua melebur jadi satu saat konflik yang berkepanjangan mulai terpampang jelas.
Sebuah tanda tanya besar mulai keluar dari sebuah pemikiran dalam dari seorang lelaki muda yang menanyakan tentang kebahagiaannya, dia datang dari sebuah desa yang memiliki potensi alam yang tinggi, sebut saja desa itu dengan desa Arjuna.
Di desa Arjuna, lelaki itu termasuk sosok yang sangat pendiam namun pemikir, entah karna factor apa. Setelah beberapa tahun ia mengentaskan sekolah, dia pergi melancong  ke kota. Dengan di bekali ilmu dari bangku sekolah, mencoba mencari peruntungan untuk sebuah pekerjaan di salah satu perusahaan asing Jepang.
Selang beberapa minggu dia melamar pekerjaan di perusahaan itu, akhirnya dia diterima dan mulai bekerja disana sampai beberapa tahun berikutnya. Tak banyak yang bisa di ceritakannya tentang kisahnya disana, hanya sedikit bahagia dan luka yang mengambang untuk di ceritakan.
Akhirnya, kota Malang yang menjadi tujuan berikutnya.
Sebuah teras kecil yang berada tak jauh dari hutan pinus terlihat, terdapat seorang manusia kecil yang tumbuh besar disana, banyak hal yang dia lakukan di bawah teras dan senja.
Duduk dia di atas kursi sofa di dalam ruangan ukuran tiga kali empat dengan cat bewarna putih terang, terlihat jauh namun masih sangat jelas bentuk tubuh dan juga wajahnya, memakai pakaian berwarna putih yang cukup kontras dengan celana hitamnya.
Termenung dalam sepi dan alunan melodi dari alam yang memberikan suatu warna penuh dengan ketenangan dan kedamaian. Tangisan kecil berdatangan dan memberikan raut muka yang sangat sulit diterka. Dalam tangisnya, tersimpan sebuah cerita yang mendalam dan lebih dalam.


Kampus putih, benar…!
Pilihan yang sangat berarti dalam hidupnya, sebuah jenjang dimana dia harus di tuntut untuk menjadi manusia baru dan beradapsi dengan orang baru yang heterogen.
Terduduk dia dalam gurauan teman-teman barunya di sebuah café dekat kampusnya belajar, terdapat empat orang anak yang saling bercanda di sana, duduk dia dibarisan paling depan dengan secangkir kopi hitam dan sebatang rokok class mild yang baru dinyalakap, asap penuh cerita dan canda mulai berterbangan, melayang jauh ke atas atap café itu, memberikan bekas kuning kecoklatan.
Sore datang kembali, membawa cerita baru di sebuah kedai kopi salah satu mall di kota Malang. Lalu lalang jalanan palkiran memberikan warna tersendiri, serta hawa dingin yang mulai menyeruak masuk dalam sela-sela jahitan hem biru yang menempel di tubuh lelaki yang duduk disana. Dari jauh berjalan seorang wanita yang dia kenal, hitam putih dan biru yang melekat di tubuhnya memberikan gambaran yang tak pernah bisa di bayangkan. Dengan senyuman yang mengembang lebar dia menyapa dan langsung duduk di kursi kosong tepat di depan lelaki itu.
Canda tawa yang menjadi sebuah alur cerita mulai di mainkan, tak terselip sedikitpun cerita sedih yang mereka bawa, tak pernah tersurat maupun tersirat kisah yang membawa mereka dalam satu meja dan dua kursi.
Sore mulai meninggalkan mereka yang duduk di kedai saat itu, satu persatu mulai berjalan saling menjauh dengan berat hati dan masih meyimpan banyak kerinduan yang belum tersampaikan.
Pagi hari memberikan sebuah tinta dan kertas putih kosong untuk di tuliskan sebuah cerita tentang siang, sore, dan malam. Lelaki itu secara perlahan membuka matanya dan mengingat-ingat apa yang dia lakukan kemarin sore dan cerita apa saja yang didapatkan. Bangun dan mulai menuliskan sedikit demi sedikit kisah sore yang berujung pada perpisahan sementara karna jarak dan batas yang ada di atas meja hitam dan dengan mata lebam karna kurangnya istirahat mata dan hati.
Menjadi sahabat pena. Ya…! Hanya itu yang di pikirannya, menuliskan sebuah cerita tentang wanita cantik yang selama ini diidamkan, dan wanita yang sangat berarti baginya.



Kegiatan perkuliahan berganti sesuai dengat semester yang telah di tempuhnya, hanya sebekas cerita yang tak pernah terlupa. Satu hal yang diingatnya yaitu saat dia berhasil mencetuskan namannya dalam sebuah komunitas seni yang ternama di Indonesia. Namun untuk cerita tentang wanita dan kasih sayang, masih belum menemukan dan belum memberikan angin segar baginya.
Tangisan sayu dari balik telefon genggam yang menceritakan getirnya hidup dari suara manja wanita di baliknya, memberikan guratan dalam dan juga melodi miris yang sangat. Tak pernah terfikirkan dan tak pernah di jadwalkan apa yang terjadi.
Lemah lembut gesture tubuhnya membohongi apa yang di simpan didalamnya, keceriaan dan senyum manisnya menyimpan berbagai masalah kehidupan yang berentetan dan semakin panjang. Dalam isaknya, terceritakan bagaimana dia telah menghianati tujuan hidupnya, aku, keluargaku, orangtuaku, dan agamaku. Karna satu kesalahan, berimbas pada semuanya. Tentang suci dan kesucian, tentang agama dan aturan agama, tentang nama dan keluarga.
Tanggung jawab yang di tuntutnya, kebijakan tentang si pembuat dosa, sebuah dosa manis yang dilakukan, sebuah permasalahan yang baru dimulai dan tak tahu bagaimana akhirnya ketika keputusasaan mulai menghantui.
Sontak terperangah dia dalam diam, termenung dan merasa menjadi sebuah cermin yang sama, cermin yang tak memiliki dua arah, cermin yang tak memiliki satu arah, hanya sebuah cermin yang sama persis dengan apa yang di lakukan lelaki itu.
Tangis pecah dari balik telefon. Sebuah kata melayang, sebuah hinaan tertusukkan, sebuah penyesalan datang, dan sebuah kisah akan dimulai.

Kalimat dengan penuh canda tawa pecah di sebuah teras dan senja hari depan rumah bewarna hijau, kisah masa lalunya tersampaikan dengan indah kepada anak-anak mereka, senyum lebar menyapa, sebuah pelukan dan ciuman yang mendarat di kening wanita itu. Sore telah pergi, malam yang dinginpun tertutup akan cerita hangat dari dua orang tua itu.

To be continue...

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Labels

Pageviews